Melalui Peraturan Presiden tentang Tata Kelola Program MBG, pemerintah secara tegas melarang proses memasak sebelum pukul 00.00 (12 malam) dan mewajibkan dapur SPPG mulai memasak pada pukul 02.00 pagi waktu setempat. Aturan ini ditetapkan bukan tanpa alasan, penelitian menunjukkan bahwa makanan yang dimasak terlalu dini akan mengalami penurunan kualitas gizi dan lebih berisiko terkontaminasi sebelum sampai ke tangan anak-anak penerima manfaat.
Sekilas, kebijakan mengenai jam memasak mungkin tampak sederhana. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, pengaturan waktu ini menyentuh inti dari sistem gizi nasional, mulai dari disiplin dapur, keamanan pangan, efisiensi distribusi, hingga kesejahteraan para tenaga masak yang menjadi tulang punggung program ini setiap hari.
10 Ribu di Tangan Ibu Dapur: Seberapa Realistis untuk Pangan Bergizi?

Mengapa Waktu Masak Jadi Sorotan?
Kebijakan pembatasan jam masak MBG muncul sebagai respons dari berbagai evaluasi lapangan. Banyak temuan menunjukkan makanan yang dimasak terlalu dini atau disimpan terlalu lama berpotensi menurun gizinya dan rentan terkontaminasi. BGN melihat bahwa pengaturan waktu bukan sekadar upaya administratif, tetapi menjadi bagian dari manajemen mutu pangan nasional.
Sebagai respons, Perpres MBG menetapkan aturan baru yang menekankan tiga hal utama:
- Larangan memasak sebelum pukul 00.00 (12 malam).
- Waktu ideal memasak antara pukul 02.00 hingga 06.30 pagi waktu setempat, disesuaikan dengan jadwal distribusi makanan.
- Kewajiban pencatatan digital waktu memasak dalam sistem pemantauan BGN untuk memastikan kepatuhan dan akuntabilitas.
Langkah ini menyesuaikan proses produksi dengan waktu distribusi agar makanan tetap hangat dan layak konsumsi saat tiba di sekolah. Selain itu hal ini berguna dalam memperkuat komitmen BGN dalam menjaga rantai dingin dan kualitas pangan di seluruh Indonesia dari sumber bahan hingga piring anak-anak.
Namun, di balik kebijakan yang tampak teknis ini, tersimpan pesan yang lebih besar, yakni gizi yang baik tidak hanya soal bahan, tapi juga soal waktu.
Keseimbangan antara Disiplin dan Kemanusiaan di Dapur
Di balik kebijakan yang tampak teknis ini, ada realitas manusiawi yang tidak bisa diabaikan. Para tenaga dapur, kebanyakan adalah ibu-ibu yang berdedikasi tinggi, kini harus menyesuaikan ritme kerja mereka dengan aturan baru. Pukul dua pagi, saat sebagian besar orang masih tertidur, dapur-dapur SPPG mulai beroperasi air mendidih, sayuran dipotong, dan lauk dimasak sesuai urutan batch sekolah.
Perpres juga mengatur bahwa proses memasak dan pengiriman dilakukan secara berurutan berdasarkan kelompok penerima manfaat dimulai dari PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA. Sistem ini memastikan makanan tetap hangat dan layak konsumsi saat tiba di sekolah.
Meski menambah beban kerja, kebijakan ini memperkenalkan standar profesional baru di dapur publik. MBG tidak lagi dipandang sebagai program bantuan semata, melainkan sistem logistik gizi nasional yang dikelola dengan disiplin industri makanan modern..
Gizi yang Hilang di Antara Waktu
Dari sisi ilmiah, jarak waktu antara memasak dan konsumsi sangat menentukan kualitas gizi. Protein dalam lauk pauk dapat terurai jika disimpan terlalu lama setelah dimasak, sedangkan sayuran akan kehilangan vitamin dan warna alaminya.
Dengan jam masak baru yang lebih mendekati waktu distribusi, MBG berupaya memastikan setiap piring makanan tiba dalam kondisi terbaiknya. Kebijakan ini menegaskan bahwa dalam dunia pangan bergizi, resep saja tidak cukup, waktu juga bagian dari kualitas.

Rantai Pasok dan Kesiapan Sistem
Kedisiplinan waktu masak juga tak bisa dilepaskan dari kesiapan rantai pasok bahan pangan. Untuk bisa memasak tepat waktu, dapur SPPG harus menerima bahan dengan kondisi segar dan sesuai jadwal. Di sinilah peran pihak swasta seperti Rbiz menjadi penting.
Sebagai penyedia bahan pangan untuk dapur SPPG, Rbiz membangun sistem pengiriman yang terukur, dengan pencatatan waktu dan ketertelusuran bahan secara digital. Sistem ini memungkinkan dapur untuk merencanakan waktu masak lebih efisien, tidak ada bahan yang datang terlambat, tidak ada bahan yang rusak di perjalanan.
Langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa keberhasilan MBG tidak hanya ditentukan oleh kebijakan, tetapi juga kolaborasi antara pemerintah dan penyedia logistik pangan. Rbiz menjadi contoh bagaimana sektor swasta dapat memperkuat integritas rantai pasok, memastikan setiap proses berjalan sesuai ritme waktu yang ideal.
Mengubah Cara Melihat “Waktu” di Dapur Publik
Larangan jam masak MBG bisa saja menimbulkan keluhan di awal. Tapi jika dilihat dari sudut pandang sistem, kebijakan ini justru memperkenalkan nilai baru dalam tata kelola dapur publik Indonesia, yakni manajemen waktu adalah bagian dari manajemen mutu.
Di masa lalu, dapur publik sering dianggap sebagai tempat yang sekadar memasak banyak makanan. Kini, dapur MBG sedang bergerak ke arah lain, yaitu menjadi pusat kendali gizi yang mengandalkan standar, teknologi, dan disiplin waktu. Setiap perubahan menit di dapur kini punya dampak pada kesehatan dan kepercayaan publik.
Dalam konteks ini, waktu bukan sekadar indikator efisiensi, tapi simbol kejujuran dan tanggung jawab. Mengatur waktu masak berarti menghargai penerima manfaat yang menanti makanan hangat setiap hari.
Kesimpulan
Kebijakan tentang waktu masak MBG memberi pelajaran penting bahwa kualitas makanan bergizi tidak hanya lahir dari bahan terbaik, tetapi juga dari sistem yang bekerja tepat waktu dan transparan.
Penerapan aturan jam masak mencerminkan komitmen baru bahwa MBG ingin melangkah lebih jauh dari sekadar distribusi pangan massal menuju sistem gizi nasional yang profesional. Dalam konteks ini, pihak seperti Rbiz menjadi bagian penting dari ekosistem itu, menyediakan bahan pangan dengan standar tinggi dan waktu pengiriman yang sinkron dengan jadwal dapur SPPG.
Pada akhirnya, waktu masak yang tepat bukan hanya tentang disiplin teknis, melainkan tentang menjaga kepercayaan publik terhadap MBG. Karena bagi anak-anak penerima program, setiap porsi makanan bukan hanya kebutuhan harian, melainkan bentuk nyata bahwa negara peduli terhadap kesejahteraan mereka. Dan bagi sistem, setiap menit yang dijaga dengan baik adalah investasi jangka panjang bagi ketahanan gizi bangsa.
