
Jumlah aduan konsumen yang masuk ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan transaksi perdagangan, baik secara offline maupun online. Bahkan hingga September 2025, Kemendag mencatat sebanyak 5.771 laporan konsumen terkait berbagai permasalahan transaksi. Dari jumlah tersebut, sekitar 1.200 aduan berasal dari sektor e-commerce, mencerminkan tantangan besar dalam menjaga perlindungan konsumen di era digital.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan rantai pasok, sistem penjualan, hingga layanan purna jual masih memiliki celah. Di sinilah peran jasa e-commerce enabler seperti Rbiz menjadi penting, karena melalui sistem terpadu mereka mampu meminimalkan potensi masalah seperti keterlambatan pengiriman, barang tidak sesuai, hingga persoalan refund.

Kementerian Perdagangan Terima Aduan Konsumen
Direktorat Jenderal Perlindungan dan Tertib Niaga (Ditjen PTN) Kemendag memaparkan penjelasan bahwa mayoritas pengaduan yang masuk bersumber dari konsumen yang merasa dirugikan akibat transaksi barang atau jasa. Moga Simatupang selaku Direktur Jenderal PTN, mengungkapkan bahwa sebagian besar keluhan berasal dari ketidaksesuaian antara barang yang diterima dengan deskripsi yang ditawarkan oleh penjual.
Menurutnya, aduan konsumen menjadi salah satu indikator penting untuk mengukur kualitas transaksi perdagangan di Indonesia. Kemendag menegaskan, laporan masyarakat akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku, baik melalui mediasi, rekomendasi, maupun edukasi kepada pihak terkait.
Perlindungan Konsumen Jadi Prioritas
Kemendag menekankan bahwa perlindungan konsumen merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga stabilitas perdagangan. Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah tidak hanya sebatas menerima laporan, melainkan juga melakukan edukasi agar masyarakat semakin cerdas dan kritis ketika bertransaksi.
Edukasi ini mencakup pemahaman konsumen terhadap hak-haknya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan perlindungan yang kuat, pemerintah berharap kepercayaan masyarakat terhadap pasar, khususnya di sektor digital, dapat terus meningkat.
Aduan di E-Commerce
Di antara ribuan aduan yang diterima, sektor e-commerce menempati posisi penting dengan total sekitar 1.200 laporan. Masalah yang kerap dihadapi konsumen antara lain:
- Barang yang diterima tidak sesuai dengan deskripsi atau foto yang ditampilkan.
- Pola pembayaran yang bermasalah.
- Keterlambatan pengiriman atau barang tidak sampai.
Pertumbuhan e-commerce yang cukup pesat di Indonesia dalam lima tahun terakhir membuka peluang besar bagi konsumen untuk bertransaksi lebih mudah. Namun, di sisi lain, sistem pengawasan dan verifikasi platform digital masih menghadapi tantangan besar. Menurut Moga Simatupang, pengaduan yang masuk dari sektor ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen di dunia digital perlu terus diperkuat.
Barang Tidak Sesuai Jadi Keluhan Terbesar
Keluhan mengenai barang tidak sesuai menjadi dominan dalam laporan konsumen. Banyak kasus di mana barang yang diterima memiliki kualitas berbeda, spesifikasi tidak sesuai, atau bahkan barang palsu.
Selain aduan konsumen terkait barang yang diterima tidak sesuai dengan pemesanan. Terdapat juga pola pembayaran yang bermasalah sehingga membuat konsumen harus mengajukan refund. Fenomena ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi konsumen yang belanja secara online. Tidak sedikit dari mereka yang merasa dirugikan karena barang yang datang tidak sesuai janji, sehingga memengaruhi kepercayaan masyarakat untuk berbelanja melalui platform digital.

Refund dan Aturan Pengembalian
Untuk mencegah kerugian lebih lanjut, Kemendag mengingatkan masyarakat agar memahami mekanisme refund dan pengembalian barang. Menurut aturan yang berlaku:
- Konsumen dapat mengajukan pengembalian barang jika ditemukan ketidaksesuaian.
- Batas waktu pengajuan pengembalian adalah 7 hari setelah barang diterima.
- Pengembalian dana (refund) harus dilakukan dalam waktu maksimal 3 hari setelah pembatalan disetujui.
Moga juga menekankan pentingnya konsumen segera memeriksa dan membuka kemasan barang begitu diterima. Hal ini bertujuan agar batas waktu pengembalian tidak terlewat, sekaligus memudahkan proses refund bila ditemukan masalah.
Edukasi Konsumen dari Kemendag
Selain menindaklanjuti laporan, Kemendag juga aktif melakukan edukasi konsumen. Edukasi ini mencakup tiga tahap, yaitu sebelum, saat, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian, konsumen diimbau untuk lebih teliti membaca deskripsi produk dan memilih penjual terpercaya. Saat pembelian, konsumen perlu memperhatikan metode pembayaran yang aman. Setelah pembelian, konsumen diingatkan agar segera memeriksa barang yang diterima.
Menurut Kemendag, edukasi ini bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan konsumen sehingga mereka tidak ragu melapor jika dirugikan.
Dampak terhadap E-Commerce dan Pasar
Banyaknya aduan konsumen yang masuk, terutama di sektor e-commerce, menunjukkan adanya celah yang masih perlu diperbaiki dalam sistem perdagangan digital. Tingginya laporan ini bisa mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap platform online. Oleh karena itu, peran penyelenggara marketplace juga sangat penting dalam memastikan setiap transaksi berjalan transparan dan sesuai aturan.
Kemendag mendorong adanya kerja sama yang lebih erat dengan pelaku e-commerce untuk menekan jumlah aduan. Langkah ini penting agar konsumen tidak merasa dirugikan dan tetap percaya menggunakan layanan belanja online.
Kesimpulan
Lonjakan aduan konsumen ke Kemendag hingga 5.771 kasus menjadi gambaran bahwa perdagangan Indonesia, terutama di sektor digital, masih menghadapi tantangan serius. Mayoritas keluhan terkait barang tidak sesuai dan keterlambatan pengiriman menunjukkan bahwa transparansi dan kepastian layanan harus terus ditingkatkan.
Di sinilah jasa e-commerce enabler seperti Rbiz menawarkan solusi. Dengan sistem terpadu untuk manajemen produk, distribusi, hingga layanan pelanggan, Rbiz mampu memastikan proses penjualan lebih transparan, pengiriman tepat waktu, serta barang sesuai deskripsi. Dengan begitu, konsumen tidak perlu khawatir menghadapi kekecewaan karena masalah klasik seperti barang tidak sesuai, penundaan pengiriman, hingga refund yang berbelit.
Ke depan, sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, penyedia layanan e-commerce enabler, dan konsumen akan menjadi kunci terciptanya ekosistem perdagangan digital yang sehat, adil, dan aman bagi semua pihak.
